v
Doa Pembuka Majelis
·
الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ
وَالْمُرْسَلِيْنَ
·
وَعَلَى اَلِهِ
وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ
Alhamdulillahirobbil ‘alamin, washolatu wassalamu 'ala asrofil ambiya iwal mursalin
wa'ala alihi wasohbihi aj ma'in. Amma ba'du
Artinya: Segala puji
bagi Allah Sang Penguasa alam semesta. Semoga salawat serta keselamatan
tercurahkan selalu kepada Nabi dan Rasul termulia. Berserta keluarga dan
sahabat-sahabatnya, semuanya.
Hadits
Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam
Allah ta’ala berfirman,
وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ
هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
“Dan dia tidaklah berbicara
dari dorongan hawa nafsunya, akan tetapi ucapannya tiada lain adalah wahyu yang
disampaikan kepadanya.” (QS. An Najm: 3-4)
Allah
berfirman,
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ
إِلاَّ بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ فَيُضِلُّ اللّهُ مَن يَشَاءُ
وَيَهْدِي مَن يَشَاءُ
“Dan tidaklah
Kami mengutus seorang Rasul pun kecuali dengan bahasa kaumnya, agar dia
menjelaskan (wahyu) bagi mereka. Sehingga Allah berhak menyesatkan orang yang
dikehendaki-Nya serta memberikan petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.” (QS.
Ibrahim: 4)
Hadits ‘Auf bin Malik
Radhiyallahu ‘anhu.
عَنْ
عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: اِفْتَرَقَتِ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً
فَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى
عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً فَإِحْدَى وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ
وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَتَفْتَرِقَنَّ
أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَاحِدَةٌ فِيْ الْجَنَّةِ وَثِنْتَانِ
وَسَبْعُوْنَ فِيْ النَّارِ، قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَنْ هُمْ؟ قَالَ:
الْجَمَاعَةُ.
Dari ‘Auf bin Malik, ia berkata:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Yahudi terpecah menjadi 71
(tujuh puluh satu) golongan, satu (golongan) masuk Surga dan yang 70 (tujuh
puluh) di Neraka. Dan Nasrani terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan,
yang 71 (tujuh puluh satu) golongan di Neraka dan yang satu di Surga. Dan demi
Yang jiwa Muhammad berada di Tangan-Nya, ummatku benar-benar akan terpecah
menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, yang satu di Surga, dan yang 72 (tujuh
puluh dua) golongan di Neraka,’ Ditanyakan kepada beliau, ‘Siapakah mereka
(satu golongan yang masuk Surga itu) wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab,
‘Al-Jama’ah.’
Keterangan
Hadits ini telah diriwayatkan oleh:
1. Ibnu Majah, dalam kitab Sunan-nya Kitabul Fitan bab Iftiraaqil Umam no. 3992.
2. Ibnu Abi ‘Ashim, dalam kitab as-Sunnah I/32 no. 63.
3. Al-Lalikaa-i, dalam kitab Syarah Ushul I’tiqaad Ahlis Sunah wal Jama’ah I/113 no. 149.
Hadits ini telah diriwayatkan oleh:
1. Ibnu Majah, dalam kitab Sunan-nya Kitabul Fitan bab Iftiraaqil Umam no. 3992.
2. Ibnu Abi ‘Ashim, dalam kitab as-Sunnah I/32 no. 63.
3. Al-Lalikaa-i, dalam kitab Syarah Ushul I’tiqaad Ahlis Sunah wal Jama’ah I/113 no. 149.
JUMLAH
HADITS TENTANG TERPECAHNYA UMMAT ISLAM
Apabila
kita kumpulkan hadits-hadits tentang terpecahnya ummat menjadi 73 (tujuh puluh
tiga) golongan dan satu golongan yang masuk Surga, lebih kurang ada lima belas
hadits yang diriwayatkan oleh lebih dari sepuluh Imam Ahli Hadits dari 14
(empat belas) orang Shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yaitu:
1. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
2. Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu.
3. ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma.
4. ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
5. Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu ‘anhu.
6. ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu.
7. Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma.
8. Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu.
9. Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu.
10 Watsilah bin Asqa’ radhiyallahu ‘anhu.
11. ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani radhiyallahu ‘anhu.
12. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
13. Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu.
14. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
2. Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu.
3. ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma.
4. ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
5. Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu ‘anhu.
6. ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu.
7. Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma.
8. Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu.
9. Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu.
10 Watsilah bin Asqa’ radhiyallahu ‘anhu.
11. ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani radhiyallahu ‘anhu.
12. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
13. Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu.
14. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
II.
Keutamaan
Menuntut ilmu dengan mendatangi Majelis Ilmu
Tentang
pembagian hukum menuntut ilmu dapat juga dilihat Keutamaan Menuntut ilmu DENGAN
MENDATANGI MAJELIS ILMU :
Allah Ta’ala
akan mengangkat derajatnya, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan” (Qs. Al-Mujadilah: 11)
Dari Hadits
Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wa sallam
Apa saja Keutamaan Menuntut ilmu DENGAN MENDATANGI MAJELIS ILMU :
a. Pahala besar bagi mereka yang mendatangi masjid
untuk menuntut ilmu Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
من
غدا إلى مسجد لا
يريد إلا أن يتعلم
خيرا أو يعلمه ،
كان له كأجر حاج
، تاما حجته
Barangsiapa yang
pergi ke masjid, tidaklah diinginkannya (untuk pergi ke masjid) kecuali untuk
mempelajari kebaikan atau untuk mengajarkan kebaikan. Maka baginya pahala
seperti orang yang melakukan haji dengan sempurna. (Dikatakan syekh al
Albaaniy dalam shahiih at targhiib: “Hasan Shahiih”)
b.
Dimudahkan jalan menuju surga Råsulullåh
shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا
يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ
اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى
الْجَنَّةِ
Barangsiapa yang
menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan untuknya jalan
menuju Surga. (Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2699), Ahmad
(II/252, 325), Abu Dawud (no. 3643), At-Tirmidzi (no. 2646), Ibnu Majah (no.
225), dan Ibnu Hibban (no. 78-Mawaarid)
Di dalam hadits ini terdapat janji Allah ‘Azza wa
Jalla bahwa bagi orang-orang yang berjalan dalam rangka menuntut ilmu syar’i,
maka Allah akan memudahkan jalan baginya menuju Surga. “Berjalan menuntut ilmu”
mempunyai dua makna:
A. Pertama,
Menempuh jalan dengan artian yang sebenarnya, yaitu berjalan kaki menuju
majelis-majelis para ulama.
B.
Kedua, Menempuh jalan (cara) yang mengantarkan
seseorang untuk mendapatkan ilmu seperti menghafal, belajar (sungguh-sungguh),
membaca, menela’ah kitab-kitab (para ulama), menulis, dan berusaha untuk
memahami (apa-apa yang dipelajari). Dan cara-cara lain yang dapat mengantarkan
seseorang untuk mendapatkan ilmu syar’i. “Allah akan memudahkan jalannya menuju
Surga” mempunyai dua makna.
B.1 Pertama, Allah akan memudah-kan memasuki Surga
bagi orang yang menuntut ilmu yang tujuannya untuk mencari ridho Allah, untuk
mendapatkan ilmu, mengambil manfaat dari ilmu syar’i dan mengamalkan
konsekuensinya.
B.2 Kedua, Allah akan memudahkan baginya jalan ke
Surga pada hari Kiamat ketika melewati “shirath” dan dimudahkan dari berbagai
ketakutan yang ada sebelum dan sesudahnya. Wallaahu a’lam.
c.
Diampuni dosanya oleh Allah Rasuulullaah
shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
مَا جَلَسَ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ اللهَ تَعَالىَ فَيَقُوْمُوْنَ حَتَّى يُقَالُ لَهُمْ: قُوْمُوْا قَدْ غَفَرَ اللهُ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَبُـدِّلَتْ سَيِّئَاتُكُمْ حَسَنَاتٍ
“Tidaklah duduk
suatu kaum, kemudian mereka berzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla dalam duduknya
hingga mereka berdiri, melainkan dikatakan (oleh malaikat) kepada mereka:
Berdirilah kalian, sesungguhnya Allah telah mengampuni dosa-dosa kalian dan
keburukan-keburukan kalian pun telah diganti dengan berbagai kebaikan.”
(Tsabit; HR. ath-Thabrani; terdapat dalam Shahiihul Jami’)
d.
Diampuni Allaah, serta diijabahkan doa-doa
orang-orang yang ada dalam majelis tersebut dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
إِنَّ لِلَّهِ تَبَارَكَ
وَتَعَالَى مَلَائِكَةً سَيَّارَةً فُضُلًا يَتَتَبَّعُونَ مَجَالِسَ
الذِّكْرِ فَإِذَا وَجَدُوا مَجْلِسًا
فِيهِ ذِكْرٌ قَعَدُوا مَعَهُمْ
وَحَفَّ بَعْضُهُمْ بَعْضًا بِأَجْنِحَتِهِمْ حَتَّى
يَمْلَئُوا مَا بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ
السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَإِذَا تَفَرَّقُوا عَرَجُوا
وَصَعِدُوا إِلَى السَّمَاءِ
“Sesungguhnya
Allah tabaraka wa ta’ala memiliki para malaikat khusus yang senantiasa
berkeliling mencari di mana adanya majelis-majelis dzikir. Apabila mereka
menemukan sebuah majelis yang padanya terdapat dzikir maka mereka pun duduk
bersama orang-orang itu dan meliputi mereka satu sama lain dengan
sayap-sayapnya sampai-sampai mereka memenuhi jarak antara orang-orang itu
dengan langit terendah, kemudian apabila orang-orang itu telah bubar maka
mereka pun naik menuju ke atas langit.” Nabi berkata, قَالَ فَيَسْأَلُهُمْ اللَّهُ
عَزَّ وَجَلَّ وَهُوَ أَعْلَمُ
بِهِمْ مِنْ أَيْنَ جِئْتُمْ
“Maka Allah
‘azza wa jalla pun bertanya kepada mereka padahal Dia adalah yang Maha
Mengetahui keadaan mereka, ‘Dari mana kalian datang?’. فَيَقُولُونَ جِئْنَا مِنْ عِنْدِ
عِبَادٍ لَكَ فِي الْأَرْضِ
يُسَبِّحُونَكَ وَيُكَبِّرُونَكَ وَيُهَلِّلُونَكَ وَيَحْمَدُونَكَ وَيَسْأَلُونَكَ Para malaikat itu menjawab, ‘Kami datang
dari sisi hamba-hamba-Mu yang ada di bumi. Mereka mensucikan-Mu (bertasbih),
mengagungkan-Mu (bertakbir), mengucapkan tahlil, dan memuji-Mu (bertahmid),
serta meminta (berdo’a) kepada-Mu.’ قَالَ
وَمَاذَا يَسْأَلُونِي Lalu Allah
bertanya, ‘Apa yang mereka minta
kepada-Ku?’. قَالُوا يَسْأَلُونَكَ جَنَّتَكَ Para malaikat itu menjawab, ‘Mereka meminta kepada-Mu surga-Mu.’ قَالَ وَهَلْ رَأَوْا
جَنَّتِي Allah bertanya, ‘Apakah mereka telah melihat
surga-Ku?’. قَالُوا لَا أَيْ رَبِّ
Mereka menjawab, ‘Belum wahai Rabbku.’
قَالَ فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْا جَنَّتِي
Allah mengatakan, ‘Lalu bagaimana lagi jika mereka benar-benar telah
melihat surga-Ku?’. قَالُوا
وَيَسْتَجِيرُونَكَ Para malaikat itu berkata, ‘Mereka juga
meminta perlindungan kepada-Mu.’ قَالَ
وَمِمَّ يَسْتَجِيرُونَنِي Allah bertanya, ‘Dari apakah mereka meminta
perlindungan-Ku?’. قَالُوا
مِنْ نَارِكَ يَا رَبِّ
Mereka menjawab, ‘Mereka berlindung dari
neraka-Mu, wahai Rabbku’. قَالَ
وَهَلْ رَأَوْا نَارِي Maka
Allah bertanya, ‘Apakah mereka pernah melihat neraka-Ku?’. قَالُوا لَا Mereka
menjawab, ‘Belum, wahai Rabbku.’ قَالَ
فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْا نَارِي
Lalu Allah mengatakan, ‘Lalu bagaimanakah lagi jika mereka telah melihat neraka-Ku.’
قَالُوا وَيَسْتَغْفِرُونَكَ Mereka mengatakan, ‘Mereka meminta ampunan
kepada-Mu.’ قَالَ فَيَقُولُ قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ
فَأَعْطَيْتُهُمْ مَا سَأَلُوا وَأَجَرْتُهُمْ
مِمَّا اسْتَجَارُوا Maka Allah mengatakan, ‘Sungguh Aku telah
mengampuni mereka. Dan Aku telah berikan apa yang mereka minta dan Aku lindungi
mereka dari apa yang mereka minta untuk berlindung darinya.’.” قَالَ فَيَقُولُونَ رَبِّ
فِيهِمْ فُلَانٌ عَبْدٌ خَطَّاءٌ
إِنَّمَا مَرَّ فَجَلَسَ مَعَهُمْ
Nabi bersabda, “Para malaikat itu
berkata, ‘Wahai Rabbku, di antara mereka ada si fulan, seorang hamba yang telah
banyak melakukan dosa, sesungguhnya dia hanya lewat kemudian duduk bersama
mereka.’.” قَالَ فَيَقُولُ وَلَهُ غَفَرْتُ هُمْ
الْقَوْمُ لَا يَشْقَى بِهِمْ
جَلِيسُهُمْ Nabi mengatakan, “Maka Allah berfirman, ‘Dan
kepadanya juga Aku akan ampuni. Orang-orang itu adalah sebuah kaum yang teman
duduk mereka tidak akan binasa.’.” [HR. Muslim dalam Kitab ad-Dzikr wa
ad-Du’a wa at-Taubah wa al-Istighfar, hadits no. 2689, lihat Syarh Muslim
[8/284-285] cetakan Dar Ibn al-Haitsam);
e.
Diridhai oleh malaikat Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
وَإِنَّ
الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ
“Sunnguh Para Malaikat merendahkan sayapnya
sebagai keridhaan kepada penuntut ilmu” [Hadits shahih: Diriwayatkan oleh
Ahmad (V/196), Abu Dawud (no. 3641), at-Tirmidzi (no. 2682), Ibnu Majah (no.
223), dan Ibnu Hibban (no. 80 al-Mawaarid);
f.
Dimohonkan
ampun oleh penduduk langit dan bumi, serta dinaungi oleh sayap-sayap para
Malaikat. Sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ سَلَكَ طَرِيْـقًـا يَبْـتَغِي فِيْهِ عِلْمًا سَهَّـلَ اللهُ لَهُ طَرِيْـقًـا إِلَى الْجَنَّـةِ، وَإِنَّ الْمَـلاَئِـكَةَ لَتَضَعُ أَجْـنِحَـتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًا بِمَا يَصْنَعُ، وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَـسْـتَغْـفِـرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَـا وَاتِ وَمَنْ فِي الأَرْضِ حَتَّى الْحِـيْتَـانُ فِي الْمَـاءِ .
Artinya: “Barang siapa menempuh suatu jalan untuk
menuntut ilmu maka Allah memudahkan jalannya menuju Surga. Sesungguhnya para
Malaikat membentangkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha
atas apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya orang yang berilmu benar-benar
dimintakan ampun oleh penghuni langit dan bumi, bahkan oleh ikan-ikan yang
berada di dalam air.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud
(no. 3641), Tirmidzi (no. 2682), Ibnu Majah (no. 223), Ahmad (V/196), Ad-Darimi
(I/98), Ibnu Hibban (88 – Al-Ihsan
dan 80 – Al-Mawarid),
Al-Baghawi dalam Syarhus
Sunnah (I/275-276, no. 129), Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil ‘Ilmi (I/174 ,no.
173), dan Ath-Thahawi dalam Musykilul
Atsar (I/429), dari Abud Darda’ radhiyallahu’anhu]
III.
Hadist Rosulullah SAW
Tentang Sholat
Muslim Fiqih - Kewajiban utama seorang muslim adalah mendirikan sholat. Allah SWT memerintahkan hamba hambanya untuk mengerjakan sholat wajib sebanyak 5 kali sehari mulai dari sholat subuh, dhuhur, ashar, maghrib dan isyak. hukum mengerjakan sholat bagi seorang muslim adalah wajib dan haram serta berdosa seseorang yang meninggalkannya.
Sholat sendiri
merupakan tiang agama islam dan merupakan salah satu ibadah paling utama.
bahkan perkara yang pertama kali dipertanyakan di akhirat nanti adalah tentang
bagaimana sholat kita semasa di dunia. jika sholat kita bagus, maka amalan
lainnya ikut menjadi bagus. begitu pula sebaliknya, jika sholat kita jelek,
maka jeleklah semua amal perbuatan kita lainnya. maka dari itu kita diwajibkan
menjaga dan memelihara shalat kita semasa hidup agar kita selamat dunia
akhirat. shalat juga termasuk dalam rukun islam ke dua. Allah SWT telah banyak
sekali menerangkan tentang masalah sholat dalam Al-Quran, begitu pula
Rasulullah SAW telah banyak menjelaskan perkara shalat ini dalam hadist hadist
beliau.
Untuk itu kali
ini muslim fiqih menyajikan kumpulan hadits hadits Nabi Muhammad SAW tentang
sholat dalam teks/tulisan arab dan latin lengkap beserta arti/terjemahannya
dalam bahasa indonesia...
Kumpulan
Hadist Nabi Tentang Sholat : Rasulullah SAW bersabda,
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ
قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ:
اِنَّ اَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ
بِهِ اْلعَبْدُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ الصَّلاَةُ
اْلمَكْتُوْبَةُ فَاِنْ اَتَمَّهَا وَ
اِلاَّ قِيْلَ. اُنْظُرُوْا، هَلْ
لَهُ مِنْ تَطَوُّعٍ؟ فَاِنْ
كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ اُكْمِلَتِ
اْلفَرِيْضَةُ مِنْ تَطَوُّعِهِ، ثُمَّ
يُفْعَلُ بِسَائِرِ اْلاَعْمَالِ اْلمَفْرُوْضَةِ مِثْلُ ذلِكَ. الخمسة،
فى نيل الاوطار
1: 345 Dari
Abu Hurairah,
ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya pertama-tama
perbuatan manusia yang dihisab pada hari qiyamat, adalah shalat wajib. Maka
apabila ia telah menyempurnakannya (maka selesailah persoalannya). Tetapi
apabila tidak sempurna shalatnya, dikatakan (kepada malaikat), “Lihatlah dulu, apakah
ia pernah mengerjakan shalat sunnah ! Jika ia mengerjakan shalat sunnah, maka
kekurangan dalam shalat wajib disempurnakan dengan shalat sunnahnya”. Kemudian
semua amal-amal yang wajib diperlakukan seperti itu”. [HR. Khamsah, dalam
Nailul Authar juz 1, hal. 345]
مَنْ صَلَّى الْبَرْدَيْنِ
دَخَلَ الْجَنَّة
“Barangsiapa yang mengerjakan shalat bardain
(yaitu shalat shubuh dan ashar) maka dia akan masuk surga.” (HR. Bukhari
no. 574 dan Muslim no. 635)
Allah Ta’ala berfirman,
أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ
الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآَنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآَنَ الْفَجْرِ
كَانَ مَشْهُودًا
“Dirikanlah shalat dari sesudah
matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) Shubuh.
Sesungguhnya shalat Shubuh tu disaksikan (oleh malaikat).” (Qs. Al-Isra’: 78)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَتَجْتَمِعُ
مَلَائِكَةُ اللَّيْلِ وَمَلَائِكَةُ النَّهَارِ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ
“Dan para malaikat malam dan
malaikat siang berkumpul pada shalat fajar (subuh).” (HR.
Bukhari no. 137 dan Muslim no.632)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya shalat yang paling berat
dilaksanakan oleh orang-orang munafik adalah shalat isya dan shalat subuh.
Sekiranya mereka mengetahui keutamaan keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya
sekalipun dengan merangkak.” (HR. Bukhari no. 657 dan Muslim no. 651)
Hadits Nabi SAW yang menyebutkan,
"Siapa yang mendengar azan untuk
shalat, tetapi tidak dipenuhinya (untuk datang ke masjid), maka tidak sah
shalat yang dia lakukan." (HR Muslim).
Demikian juga hadis Nabi SAW,
"Tidak
sah shalat orang yang bertetangga dengan masjid kecuali di masjid." (HR
Baihaqi).
Dari Jabir bin ‘Abdillah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ
الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
“(Pembatas) antara seorang muslim dan
kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no.
257)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى صَلَاةَ
الصُّبْحِ فَهُوَ فِي ذِمَّةِ
اللَّهِ فَلَا يَطْلُبَنَّكُمْ اللَّهُ
مِنْ ذِمَّتِهِ بِشَيْءٍ فَإِنَّهُ مَنْ يَطْلُبْهُ مِنْ
ذِمَّتِهِ بِشَيْءٍ يُدْرِكْهُ ثُمَّ يَكُبَّهُ عَلَى
وَجْهِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ
“Barangsiapa yang shalat subuh maka dia
berada dalam jaminan Allah. Oleh karena itu jangan sampai Allah menuntut
sesuatu kepada kalian dari jaminan-Nya. Karena siapa yang Allah menuntutnya
dengan sesuatu dari jaminan-Nya, maka Allah pasti akan menemukannya, dan akan
menelungkupkannya di atas wajahnya dalam neraka jahannam.” (HR. Muslim no.
163) Buraidah bin Al Hushoib Al Aslamiy berkata,”Aku
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Rasulullah SAW
bersabda,
الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ
الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ
كَفَرَ
“Perjanjian antara kami dan mereka (orang
kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.”
(HR. Ahmad, Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah. )
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَثْقَلَ صَلَاةٍ
عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ الْعِشَاءِ وَصَلَاةُ
الْفَجْرِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا
فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا
“Sesungguhnya shalat yang paling berat
dilaksanakan oleh orang-orang munafik adalah shalat isya dan shalat subuh.
Sekiranya mereka mengetahui keutamaan keduanya, niscaya mereka akan
mendatanginya sekalipun dengan merangkak.” (HR. Bukhari no. 657 dan Muslim
no. 651)
Dari Tsauban
radhiyallahu ‘anhu -bekas budak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-, beliau
mendengar Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَيْنَ
العَبْدِ وَبَيْنَ الكُفْرِ وَالإِيْمَانِ الصَّلَاةُ فَإِذَا تَرَكَهَا فَقَدْ
أَشْرَكَ
“Pemisah Antara seorang hamba dengan
kekufuran dan keimanan adalah shalat. Apabila dia meninggalkannya, maka dia
melakukan kesyirikan.” (HR. Ath Thobariy dengan sanad shohih.)
Hal ini
mengingat sangat banyaknya kecaman bagi mereka yang tak menunaikan shalat pada
awal waktu secara berjamaah. Misalkan, penafsiran ayat Alquran, "Maka kecelakaanlah bagi orang-orang
yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya." (QS
al-Ma'uun [107]: 4-5). Ibnu Abbas RA menafsirkan ayat ini dengan perangai orang
yang suka mengulur-ulur waktu shalat. Demikian disebut Abu Ja'far bin Jarir Ath
Thabari dalam Jami al Bayan fi Ta'wil Alquran (24/631).
Rasul SAW bersabda,
عَنْ عَمْرِو بْنِ
شُعَيْبٍ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ
جَدّهِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ ص. مُرُوْا صِبْيَانَكُم
بِالصَّلاَةِ لِسَبْعِ سِنِيْنَ وَ اضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا
لِعَشْرِ سِنِيْنَ وَ فَرّقُوْا بَيْنَهُمْ
فِى اْلمَضَاجِعِ. احمد و ابو
داود، فى نيل الاوطار
(1: 348 Dari ‘Amr bin Syu’aib)
Dari ayahnya,
dari datuknya, ia berkata : Rasulullah
SAW bersabda, “Suruhlah anak-anak kecilmu melakukan shalat pada (usia) tujuh
tahun, dan pukullah mereka (bila lalai) atasnya pada (usia) sepuluh tahun, dan
pisahkanlah mereka pada tempat-tempat tidur”. [HR. Ahmad dan Abu Dawud,
dalam Nailul
Authar juz 1, hal. 348] Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal, Rasulullah
shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
تَرَكَ صَلاَةً مَكْتُوبَةً مُتَعَمِّداً
فَقَدْ بَرِئَتْ مِنْهُ ذِمَّةُ اللَّهِ
“
Barangsiapa meninggalkan shalat yang wajib
dengan sengaja, maka janji Allah terlepas darinya. ” (HR. Ahmad no.22128.)
Hal.6 diatas
Rasulullah SAW bersabda,
عَنْ
اَنَسِ بْنَ مَالِكٍ رض
قَالَ: فُرِضَتْ عَلَى النَّبِيّ ص
الصَّلَوَاتُ لَيْلَةَ اُسْرِيَ بِهِ خَمْسِيْنَ، ثُمَّ
نُقِصَتْ حَتَّى جُعِلَتْ خَمْسًا.
ثُمَّ نُوْدِيَ: يَا مُحَمَّدُ اِنَّهُ
لاَ يُبَدَّلُ اْلقَوْلُ لَدَيَّ وَ اِنَّ
لَكَ بِهذِهِ اْلخَمْسِ خَمْسِيْنَ.
احمد و النسائى و
الترمذى و صححه، فى
نيل الاوطار 1: 334 Dari Anas bin
Malik RA,
ia berkata : Diwajibkan shalat itu pada Nabi SAW pada malam Isra’, lima puluh kali.
Kemudian dikurangi sehingga menjadi lima kali, kemudian Nabi dipanggil, “Ya
Muhammad, sesungguhnya tidak diganti (diubah) ketetapan itu di sisi-Ku. Dan
sesungguhnya lima kali itu sama dengan lima puluh kali”. [HR. Ahmad, Nasai
dan Tirmidzi. Dan Tirmidzi menshahihkannya, dalam Nailul Authar juz 1, hal.
334]
Diriwayatkan
dari Mu’adz bin Jabal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ
وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ ”
Inti (pokok) segala perkara adalah Islam dan
tiangnya (penopangnya) adalah shalat.” (HR. Tirmidzi no. 2825. )
“Barangsiapa mendengarkan adzan, lalu dia tidak mendatanginya,
maka tidak ada shalat baginya kecuali jika ada udzur.” (Hadits
ini dikeluarkan oleh Ibnu Majah, ad-Daruquthni, Ibnu Hibban dan al-Hakim dengan
sanad yang shahih)
Ibnu ‘Abbas ditanya, “Apakah
udzur itu?” beliau menjawab, “Rasa takut atau sakit.”
Seseorang yang buta datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, dia berkata, “Wahai Rasulullah! Aku adalah orang buta dan tidak ada
seorang pun yang menuntunku untuk pergi ke masjid untuk melakukan shalat, maka
apakah ada keringanan bagiku untuk melakukan shalat di rumah?” Lalu Nabi
bertanya, “Apakah engkau mendengarkan panggilan shalat?” Dia menjawab, “Betul.”
Rasul berkata, “Maka penuhilah panggilan tersebut.” (HR.
Muslim)
Shalat wajib
lima waktu dalam sehari semalam salah satu rukun Islam yang wajib bagi seluruh
umat Islam untuk menunaikannya. Allah Swt berfirman:
“dan dirikanlah sholat serta bertakwalah kepadaNya”. Dan Dialah Tuhan yang kepadaNyalah kamu akan dikumpulkan (pada hari kiamat).” (QS. Al an’am [6] : 72)
HR Nasai No. 849 Rasulullah SAW bersabda
:
HR Malik No. 267 Rasulullah SAW bersabda
:
HR Ahmad No. 20600 Rasulullah SAW
bersabda :
a.
Qadha’ul
Fawat atau Qadha/Kodo Shalat.
Adapun bagi
orang yang terlambat shalat sampai habis waktunya dengan sengaja tanpa sebab
uzur tergolong sebagai orang pelaku dosa besar (Ma’shiat Kabirah), maka orang
tersebut tidak hanya wajib mengqadha shalat yang ditinggalkan saja namun
dituntut harus melakukan taubat tidak mengulangi perbuatan tersebut kembali.
Mengganti shalat yang ditinggalkan karena ma’siat, lupa, tertidur atau karena
uzur disebut dengan “Qadha’ul Fawat” atau “Qadha/Kodo Shalat”.
Namun jika
seseorang yang meninggalkan shalat karena lupa, tertidur, sebab uzur karena ada
kebanjiran, ancaman musuh atau kematian, sebab tidak sadarkan diri (pangsan)
atau dalam kondisi uzur karena sesuatu pekerjaan yang tidak dapat mungkin untuk
ditinggalkan atau karena keterpaksaan dan keterbatasan dirinya tidak dapat
melaksanakan shalat, maka orang tersebut tidak dipandang sebagai perbuatan dosa
namun tetap wajib dia mengqadha shalat yang ditinggalkannya tersebut pada
waktu-waktu lapang yang dimilikinya. Sebagaimana Rasulullah Saw pernah
mengqadha shalat yang ditinggalkan sebab uzur pada hari Khandak (perang
khandak):
قال إبن مسعود : إن المشركين شغلوا رسول الله صل الله عليه وسلم عن أربع صلوات يوم الخندق ، حتي ذهب من اليل ماشاء الله ، فأمر بلالا فأذن ، ثم أقام فصل الظهر ، ثم أقام فصل العصر ، ثم أقام فصل المغرب ، ثم أقام فصل العشاء . رواه الترمذي و النسائي و أحمد
Ibnu Mas’ud berkata: “Orang-orang musyrik pernah menyebabkan Rasulullah Saw terpaksa meninggalkan shalat sebanyak empat waktu pada hari Khandak, sampai menjelang waktu malam hari, lalu beliau memerintahkan Bilal untuk mengumandangkan azan, kemudian beliau berdiri (mengerjakan shalat) Zhuhur, (setelah selesai, langsung) berdiri mengerjakan shalat ‘Ashar, (setelah selesai, langsung) berdiri mengerjakan shalat Maghrib, (setelah selesai, langsung) berdiri mengerjakan shalat ‘Isya ” (HR. Atturmudzi, Annasa’I dan Ahmad, lihat hal: 1148 Zuz: 2 Alfiqhul Islami Wa Adillatuh oleh Prof.DR. Wahbah Az Zuhaili).
Hadis ini jelas
menyebutkan bahwa Rasulullah Saw tetap mengqadha (mengganti) shalat yang beliau
tinggalkan karena sebab uzur.
Setiap orang
yang memiliki beban tanggung jawab hutang kewajiban yang dibebankan kepada
mereka baik terhadap sesama manusia atau terhadap Sang Pencipta, maka ia tetap
wajib menunaikannya atau menggantinya. Sama ada hutang tersebut ditunaikan
secara langsung (Ada-an) atau ditunaikan hutang tersebut dengan cara
menggantinya (Qadha-an) pada waktu-waktu yang lain. Sebagaimana Rasulullah Saw
menegaskan bahwa hutang kepada Allah itu lebih utama untuk ditunaikan. Beliau
mengatakan sebagai berikut:
فدين الله أحق أن يقضى (رواه البخاري و النسائي)
“Maka hutang terhadap Allah itu lebih berhak untuk ditunaikan” (HR. Bukhari, dan Annasa’i)
Dalam dua kitab shohih, berbagai kitab sunan
dan musnad, dari Abdullah bin ’Umar radhiyallahu ’anhuma. Beliau berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى
خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ
رَمَضَانَ
”Islam dibangun atas lima perkara, yaitu :
(1) bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar untuk diibadahi kecuali
Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya, (2) mendirikan shalat, (3)
menunaikan zakat, (4) naik haji ke Baitullah (bagi yang mampu), (5) berpuasa di
bulan Ramadhan.” (HR. Muslim no.
122)
IV. Pahala dan Keutamaan Sholat Berjamaah di Masjid
Segala puji bagi Allah subhanahu wata’aala, Dzat yang
dengan nikmat-Nya kebaikan menjadi sempurna. Pahala dan keutamaan shalat
berjamaah di masjid sungguh luar bisa keduduknya di sisi Allah subhanahu
wata’aala, jelaslah bagi kita betapa besar keagungan, urgensi di dalam Islam
berdasarkan teks-teks Al-Qur’an dan as-Sunnah.
1. Pahala
Langkah Kaki
“Seorang yang berjalan ke masjid, maka tiap langkah kakinya akan diberikan satu pahala, dihapuskan satu dosa, dan dinaikkan satu derajat oleh Allah SWT.” (Ibnu Majah:277,Muslim:1068 dan 1065).
“Seorang yang berjalan ke masjid, maka tiap langkah kakinya akan diberikan satu pahala, dihapuskan satu dosa, dan dinaikkan satu derajat oleh Allah SWT.” (Ibnu Majah:277,Muslim:1068 dan 1065).
2. Pahala
Menunggu Waktu Sholat
Banyak diantara kita yang berangkat ke masjid pas adzan supaya bisa cepet selesai. Tapi yang luar biasa, kita sebenarnya dapet pahala yang besar pas kita lagi nunggu waktu shalat! Jadi sebaiknya gunakan waktu menunggu shalat untuk berdzikir.
Banyak diantara kita yang berangkat ke masjid pas adzan supaya bisa cepet selesai. Tapi yang luar biasa, kita sebenarnya dapet pahala yang besar pas kita lagi nunggu waktu shalat! Jadi sebaiknya gunakan waktu menunggu shalat untuk berdzikir.
“Orang yang menunggu sholat di masjid diberi pahala
seperti sedang sholat” (HR. Bukhari : 611)
3. Dido’akan
Malaikat
Seorang yang menunggu shalat, tepatnya dari masuk mesjid sampe waktu shalat, maka dia bakal didoakan malaikat dengan doa : “Ya Allah Ampunila dia, Ya Allah ampunilah dia”, tanpa henti sampai waktu shalat. Subhanallah!
Seorang yang menunggu shalat, tepatnya dari masuk mesjid sampe waktu shalat, maka dia bakal didoakan malaikat dengan doa : “Ya Allah Ampunila dia, Ya Allah ampunilah dia”, tanpa henti sampai waktu shalat. Subhanallah!
4. Mendapat
Naungan Saat Kiamat
Ada tujuh golongan yang dinaungi kelak. Dan salah satunya adalah orang yang hatinya terpaut dengan masjid. Seorang pemuda yang hatinya terikat dengan masjid, orang orang itulah yang akan mendapat perlindungan dari Allah saat kiamat kelak. (Al-Bukhori:620)
Ada tujuh golongan yang dinaungi kelak. Dan salah satunya adalah orang yang hatinya terpaut dengan masjid. Seorang pemuda yang hatinya terikat dengan masjid, orang orang itulah yang akan mendapat perlindungan dari Allah saat kiamat kelak. (Al-Bukhori:620)
5. Doa malaikat
Ketika di Shaf Terdepan
“Sesungguhnya para Malaikat memberikan sholawat kepada orang-orang yang berada di shaf pertama.” (HR. Ibnu Hibban no.2157)
“Sesungguhnya para Malaikat memberikan sholawat kepada orang-orang yang berada di shaf pertama.” (HR. Ibnu Hibban no.2157)
Menanggapi sabda Beliau, para sahabat bertanya,
“Apakah juga kepada orang-orang yang berada di shaf kedua wahai
Rasulullah?” Kemudian Rasulullah berkata, “Juga kepada orang-orang yang
berada dishaf kedua.” (HR. Ahmad dan Ath Thabrani, dihasankan oleh Syaikh
Al Albani)
6. Subuh dan
119 Pahala
“Seseorang yang melaksanakan shalat subuh berjamaah, maka orang itu akan mendapatkan pahala 119 kali dibanding shalat sendiri.” (Muslim:1049).
“Seseorang yang melaksanakan shalat subuh berjamaah, maka orang itu akan mendapatkan pahala 119 kali dibanding shalat sendiri.” (Muslim:1049).
7. Isya’ dan 59
Pahala
“Seseorang yang melaksanakan shalat isya berjamaah, maka dia bakal dapat pahala 59 kali lipat.” (Muslim : 1038)
“Seseorang yang melaksanakan shalat isya berjamaah, maka dia bakal dapat pahala 59 kali lipat.” (Muslim : 1038)
8. Dzuhur,
Ashar, Magrib dan 27 Pahala
“Kalau shalat dzuhur jamaah, ashar jamaah, dan magrib jamaah, masing masing dilipatgandakan 27 kali kalau kita laksanakan secara jamaah” (Muslim:1038)
“Kalau shalat dzuhur jamaah, ashar jamaah, dan magrib jamaah, masing masing dilipatgandakan 27 kali kalau kita laksanakan secara jamaah” (Muslim:1038)
9. Pahala
Ketika Sakit
“Ketika kita sedang sakit dan tidak bisa ke masjid (setiap hari udah ke masjid). Pada saat kita tidak ke masjid dan shalat di rumah, kita akan dapat pahala yang sama seperti waktu shalat di masjid.” (Abu Daud : 2687)
“Ketika kita sedang sakit dan tidak bisa ke masjid (setiap hari udah ke masjid). Pada saat kita tidak ke masjid dan shalat di rumah, kita akan dapat pahala yang sama seperti waktu shalat di masjid.” (Abu Daud : 2687)
10. Terhindar
Dari Sifat Munafiq
“Tidak ada sholat yang lebih berat bagi orang-orang munafiq dari pada sholat subuh dan isya. Seandainya mereka tahu nilai yang terkandung di dalam kedua sholat itu, pastilah mereka mendatangi (masjid tempat) kedua sholat itu meskipun dengan merangkak.” (Al-Bukhori:617)
“Tidak ada sholat yang lebih berat bagi orang-orang munafiq dari pada sholat subuh dan isya. Seandainya mereka tahu nilai yang terkandung di dalam kedua sholat itu, pastilah mereka mendatangi (masjid tempat) kedua sholat itu meskipun dengan merangkak.” (Al-Bukhori:617)
IV.1. Manfaat mengerjakan Sholat yang diajarkan
Rosulullah SAW kepada Para Sahabat Membuat Orang Menjadi Kaya di Dunia maupun Akhirat
dan Menjadi Pemimpin yang Besar Hal ini disebutkan dalam Al qur’an Tahapan-Tahapannya.
1. Surah Pertama QS : An-nisaa’ Ayat 103 :
Maka apabila
kamu telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu
duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka
dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah
kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman (QS: An-nisaa’
Ayat 103)
2.
Surah Kedua QS : Albaqarah
Ayat 238 :
Peliharalah
semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah
(dalam shalatmu) dengan khusyu'.( QS: Albaqarah Ayat 238 )
(Peliharalah semua
salatmu), yakni yang lima waktu dengan mengerjakannya pada waktunya (dan salat
wustha atau pertengahan). Ditemui beberapa pendapat, ada yang mengatakan salat
asar, subuh, zuhur atau selainnya dan disebutkan secara khusus karena
keistimewaannya. (Berdirilah untuk Allah) dalam salatmu itu (dalam keadaan
taat) atau patuh, berdasarkan sabda Nabi saw., "Setiap qunut dalam Alquran
itu maksudnya ialah taat" (H.R. Ahmad dan lain-lainnya). Ada pula yang
mengatakan khusyuk atau diam, berdasarkan hadis Zaid bin Arqam, katanya,
"Mulanya kami berkata-kata dalam salat, hingga turunlah ayat tersebut,
maka kami pun disuruh diam dan dilarang bercakap-cakap." (H.R. Bukhari dan
Muslim)
Tahukah kita sekalian tentang apa
yang dimaksud dengan shalat wustha…?
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjelaskan melalui Ali radliyallahu’anhu bahwa ketika perang Ahzab,
dikatakan oleh beliau,” Kami dibuat
lalai (oleh musuh) dari shalat wustha, yaitu shalat ‘ashar. Semoga Allah
memenuhi rumah – rumah dan kuburan mereka dengan api neraka.” (HR.
Muslim, I/205, 437 dan 627)
Dari hadits yang agung itu, dapat
kita ketahui bahwa shalat yang memiliki kata lain sebagai shalat wustha adalah
shalat ‘ashar.
Di antara keistimewaan shalat wustha atau shalat ‘ashar adalah
1. Shalat yang oleh Malaikat langsung
dikabarkan kepada Allah ‘azza wa jalla.
Ketahuilah, bahwa ada 2 waktu dimana malaikat yang menyertai
setiap manusia, akan naik ke atas langit dan mengabarkan kepada Allah ta’ala
tentang apa yang kita lakukan saat itu. 2 waktu tersebut adalah waktu shubuh
dan waktu ‘ashar.
Abu Hurairah radliyallahu’anhu mengabarkan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda…
“ Para malaikat penyerta malam dan malaikat penyerta siang akan
silih berganti mendatangi kalian. Mereka berkumpul pada saat shalat shubuh dan
shalat ‘ashar. Kemudian malaikat malaikat tersebut naik ke atas langit
sehingga Allah ta’ala bertanya kepada mereka, “ dalam keadaan bagaimana kalian tinggalkan hamba –
hamba-Ku…?” (Allah ta’ala lebih tahu terhadap apa yang
Dia tanyakan).
Kemudian para malaikat menjawab,” Kami tinggalkan mereka dalam
keadaan shalat, dan kami tinggalkan mereka dalam keadaan shalat pula.”(HR. Al
Bukhari, no. 555 dan HR. Muslim, no. 632)
Maka hendaknya seorang muslim yang baik menyegerakan mengerjakan
shalat shubuh dan ‘ashar-nya di awal waktu.
2. Shalat yang dengannya, Allah ta’ala
akan berikan nikmat melihat dzat Allah tanpa berdesakan di Surga.
Telah masyhur bagi seorang muslim bahwa setiap muslim yang hidup
di dunia ini, yang bertauhid seutuhnya kepada Allah ta’ala, maka baginya akan
mendapatkan balasan surganya Allah ta’ala. Dan kenikmatan terbesar yang akan
didapati oleh para ahli surga adalah nikmat melihat dzat Allah ta’ala. Salah
satu jalan pintas untuk mendapatkan kenikmatan tersebut adalah dengan menjalankan
dengan segera shalat ‘ashar di awal waktu.
Jarir ibnu ‘Abdillah mengabarkan bahwa suatu malam, beliau pernah
bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ketika itu sedang melihat bulan
purnama. Kemudian Nabi bersabda…
“ Sungguh kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian
melihat bulan purnama ini,.Dan kalian tidak akan saling berdesakan untuk
meihatNya. Maka, jika kalian mampu untuk tidak terkalahkan dalam melaksanakan
shalat sebelum terbit matahari (shubuh) dan menyegerakan shalat sebelum terbit
matahari (‘ashar), maka
lakukanlah…! Kemudian
beliau membaca sebuah ayat…
فَاصْبِرْ عَلَى مَا
يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ
الْغُرُوبِ
“ Dan bertasbihlah sambil memuji Rabb-mu sebelum terbit matahari dan
sebelum terbenamnya..” (QS. Qaaf : 39) (HR. Al Bukhari, no. 554 dan HR. Muslim,
no. 633)
3. Shalat yang bias mengantarkan ke
surga.
Abu Musa radliyallahu’anhu mengabarkan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda…
“ Barangsiapa yang mengerjakan shalat pada dua waktu (subuh dan
‘ashar) maka niscaya dia akan masuk surga.” (HR. Al Bukhari, no. 574 dan HR.
Musim, no. 635)
4. Shalat yang oleh Rasulullah ‘alaihi
ash shalatu wa salam, beliau kerjakan selalu di awal waktu.
Anas radliyallahu’anhu mengabarkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam biasa mengerjakan shalat ‘ashar di waktu matahari masih tinggi lagi
terang dimana jika ada seorang pergi ke kampong ‘Awali, maka dia akan sampai di
sana ketika matahari masih tinggi. (Muttafaqun ‘alaihi, HR. Al Bukhari 550 yang
tercantum di buku Fathul Baari, II/28)
Namun, disamping keistimewaan yang akan didapat bagi siapapun yang
menyegerakan untuk mengerjakan shalat shubuh dan shalat ‘ashar, maka sudah
barangtentu ada sebuah ancaman yang besa bagi siapa saja yang menyepelekan atau
bahkan tidak mengerjakan shalat wustha’ ini. Di antara ancaman bagi orang yang
menyepelekan shalat ‘ashar ini adalah:
1. Dosa orang yang meninggalkan shalat
ashar seperti orang yang dikurangi (anggota) keluarganya dan seluruh harta
bendanya.
‘Abdullah bin Umar radliyallahu’anhuma mengabarkan bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “ Orang yang tidak mengerjakan shalat
‘ashar adalah seperti yang dikurangi (anggota) keluarganya dan seluruh harta
bendanya.” (Muttafaqun ‘alaihi, HR. Muslim, no. 626 dan HR. At Tirmidzi, no.
113)
2. Meninggalkan shalat ‘ashar akan
menggugurkan seluruh amalan.
Dari Buraidah radilyallahu’anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,” Barangsiapa yang meninggalkan shalat ‘ashar, maka gugurlah seluruh amalannya…!” (Hadits Shahih, An Nasa’I no. 497)
3. Mengakhirkan shalat ‘ashar, adalah
salah satu tanda orang MUNAFIK.
Banyak di antara kita yang tersibukkan urusan dunia sehingga
merasa berat untuk melaksanakan shalat ‘ashar tepat di awal waktunya. Bahkan
banyak pula di antaranya yang mengakhirkan shalat ini. Padahal andai kita semua
tahu hadits ini…
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,” Itu adalah shalatnya orang MUNAFIK…!!!
Seseorang duduk – duduk dan mengamati matahari hingga apabila matahari berada
di antara dua ujung tanduk syaithan, ia mengerjakan empat rakaat (shalat
‘ashar) dengan cepat, dan tidaklah mereka menyebut nama Allah kecuali hanya
sedikit saja.” (Shahih, HR. Abu Dawud, no. 399 dan HR. An Nasa’I,
I/254)
3.
Qur’an Surah
Al Isra Ayat 78 – 80 :
أَقِمِ الصَّلٰوةَ لِدُلُوْكِ الشَّمْسِ إِلٰى غَسَقِ الَّيْلِ وَقُرْاٰنَ الْفَجْرِۗ إِنَّ قُرْاٰنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوْدًا
Laksanakanlah
shalat sejak matahari tergelincir sampai gelapnya malam dan (laksanakan pula
shalat) Subuh.-*1 Sungguh, shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (QS; Al Isra Ayat 78)
Telah
menceritakan kepadaku ['Abdullah bin Muhammad] Telah menceritakan kepada kami
['Abdur Razzaq] Telah mengabarkan kepada kami [Ma'mar] dari [Az Zuhri] dari
[Abu Salamah] dan [Ibnu Al Musayyab] dari [Abu Hurairah radliallahu 'anhu] dari
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Keutamaan shalat berjama'ah
dari shalat sendirian adalah dua puluh lima derajat, dan malaikat malam dan
malaikat siang berkumpul ketika shalat subuh." lalu Abu Hurairah berkata:
"jika kalian mau bacalah: "dan (dirikanlah pula shalat) subuh.
Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)." (Al Isra: 78).
HR Bukhari No.4348
‘’Dan pada sebagian malam, lakukanlah shalat tahajud
(sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke
tempat yang terpuji’’. (QS; Al Isra
Ayat 79)
‘’Dan katakanlah (Muhammad), ya Tuhanku, masukkan aku
ke tempat masuk yang benar dan keluarkan (pula) aku ke tempat keluar yang benar
dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang dapat menolong(ku’’). (QS;
Al Isra Ayat 80)
V. Keutamaan Sholat Rawatib
Ummu Habibah radiyallahu ‘anha telah meriwayatkan sebuah hadits
tentang keutamaan sholat sunnah rawatib, dia berkata: saya mendengar Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Barangsiapa yang sholat dua belas
rakaat pada siang dan malam, maka akan dibangunkan baginya rumah di surga“.
Ummu Habibah berkata: saya tidak pernah meninggalkan sholat sunnah rawatib
semenjak mendengar hadits tersebut. ‘Anbasah berkata: Maka saya tidak pernah
meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari Ummu Habibah. ‘Amru bin
Aus berkata: Saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits
tersebut dari ‘Ansabah. An-Nu’am bin Salim berkata: Saya tidak pernah
meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari ‘Amru bin Aus. (HR.
Muslim no. 728).
‘Aisyah radhiyallahu
‘anha telah meriwayatkan sebuah hadits tentang sholat sunnah
rawatib sebelum (qobliyah) shubuh, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Dua rakaat sebelum shubuh lebih baik dari dunia dan seisinya“.
Dalam riwayat yang lain, “Dua raka’at
sebelum shubuh lebih aku cintai daripada dunia seisinya” (HR.
Muslim no. 725)
HR Damiri No. 1402 Rasulullah SAW
bersabda :
HR Nasai No. 1782 Rasulullah SAW
bersabda :
Adapun sholat sunnah sebelum shubuh ini merupakan yang paling
utama di antara sholat sunnah rawatib dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak pernah meninggalkannya baik ketika mukim (tidak berpegian) maupun dalam
keadaan safar.
Ummu Habibah radhiyallahu
‘anha telah meriwayatkan tentang keutamaan rawatib dzuhur, dia
berkata: saya mendengar rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa
yang menjaga (sholat) empat rakaat sebelum dzuhur dan empat rakaat sesudahnya,
Allah haramkan baginya api neraka“. (HR. Ahmad 6/325, Abu Dawud no.
1269, At-Tarmidzi no. 428, An-Nasa’i no. 1814, Ibnu Majah no. 1160)
V.1. Jumlah Sholat Sunnah Rawatib
Hadits Ummu Habibah di atas menjelaskan bahwa jumlah sholat
rawatib ada 12 rakaat dan penjelasan hadits 12 rakaat ini diriwayatkan oleh
At-Tarmidzi dan An-Nasa’i, dari ‘Aisyah radiyallahu
‘anha, ia berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
yang tidak meninggalkan dua belas (12) rakaat pada sholat sunnah rawatib, maka
Allah akan bangunkan baginya rumah di surga, (yaitu): empat rakaat sebelum
dzuhur, dan dua rakaat sesudahnya, dan dua rakaat sesudah maghrib, dan dua
rakaat sesudah ‘isya, dan dua rakaat sebelum subuh“. (HR.
At-Tarmidzi no. 414, An-Nasa’i no. 1794)
V.2. Surat yang Dibaca pada Sholat Rawatib Qobliyah Subuh
Dari Abu Hurairah radiyallahu
‘anhu, “Bahwasanya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pada sholat sunnah sebelum subuh membaca :
surat Al Kaafirun (قل يا أيها الكافرون) dan surat Al Ikhlas (قل هو الله أحد).” (HR. Muslim no. 726)
Dan dari Sa’id bin Yasar, bahwasannya Ibnu
Abbas mengkhabarkan kepadanya:
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada
sholat sunnah sebelum subuh dirakaat pertamanya membaca:
(قولوا آمنا بالله وما أنزل إلينا) (QS.
Al-Baqarah: 136), dan dirakaat keduanya membaca: (آمنا بالله واشهد بأنا مسلمون) (QS. Ali
Imron: 52). (HR. Muslim no. 727)
V.3. Surat yang Dibaca pada Sholat Rawatib Ba’diyah Maghrib
Dari Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anha, dia berkata: Saya sering mendengar
Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam
ketika beliau membaca surat pada sholat sunnah sesudah maghrib:” surat Al
Kafirun (قل يا أيها الكافرون) dan surat
Al Ikhlas (قل هو الله أحد). (HR.
At-Tarmidzi no. 431, berkata Al-Albani: derajat hadits ini hasan shohih, Ibnu
Majah no. 1166)
V.4. Apakah Sholat Rawatib 4 Rakaat Qobiyah Dzuhur Dikerjakan dengan Sekali Salam atau Dua Kali Salam?
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah
berkata: “Sunnah Rawatib terdapat di dalamnya salam, seseorang yang sholat
rawatib empat rakaat maka dengan dua salam bukan satu salam, karena
sesungguhnya nabi bersabda: “Sholat (sunnah) di waktu malam dan siang
dikerjakan dua rakaat salam dua rakaat salam”. (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Al-Utsaimin 14/288)
V.5. Apakah Pada Sholat Ashar Terdapat Rawatib?
As-Syaikh Muammad bin Utsaimin rahimahullah
berkata, “Tidak ada sunnah rawatib sebelum dan sesudah sholat ashar, namun
disunnahkan sholat mutlak sebelum sholat ashar”. (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Al-Utsaimin 14/343)
V.6. Sholat Rawatib Qobliyah Jum’at
As-Syaikh Abdul ‘Azis bin Baz rahimahullah
berkata: “Tidak ada sunnah rawatib sebelum sholat jum’at berdasarkan pendapat
yang terkuat di antara dua pendapat ulama’. Akan tetapi disyari’atkan bagi kaum
muslimin yang masuk masjid agar mengerjakan sholat beberapa rakaat semampunya”
(Majmu’ Fatawa As-Syaikh Bin Baz
12/386&387)
V.7. Sholat Rawatib Ba’diyah Jum’at
Dari Abu Hurairah radiyallahu
‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila
seseorang di antara kalian mengerjakan sholat jum’at, maka sholatlah sesudahnya
empat rakaat“. (HR. Muslim no. 881)
As-Syaikh Bin Baz rahimahullah
berkata, “Adapun sesudah sholat jum’at, maka terdapat sunnah rawatib
sekurang-kurangnya dua rakaat dan maksimum empat rakaat” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Bin Baz
13/387)
V.8. Sholat Rawatib Dalam Keadaan Safar
Ibnu Qayyim rahimahullah
berkata, “Rasulullah shallallahu
a’laihi wa sallam didalam safar senantiasa mengerjakan sholat
sunnah rawatib sebelum shubuh dan sholat sunnah witir dikarenakan dua sholat
sunnah ini merupakan yang paling utama di antara sholat sunnah, dan tidak ada
riwayat bahwasannya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengerjakan sholat sunnah selain keduanya”. (Zaadul Ma’ad 1/315).
As-Syaikh Bin Baz rahimahullah
berkata: “Disyariatkan ketika safar meninggalkan sholat rawatib kecuali sholat
witir dan rawatib sebelum subuh”. (Majmu’
Fatawa 11/390).
V.9. Tempat Mengerjakan Sholat Rawatib
Dari Ibnu Umar radiyallahu
‘anhuma berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Lakukanlah
di rumah-rumah kalian dari sholat-sholat dan jangan jadikan rumah kalian bagai
kuburan“. (HR. Bukhori no. 1187, Muslim no. 777)
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah
berkata: “Sudah seyogyanya bagi seseorang untuk mengerjakan sholat rawatib di
rumahnya…. meskipun di Mekkah dan Madinah sekalipun maka lebih utama dikerjakan
dirumah dari pada di masjid Al-Haram maupun masjid An-Nabawi; karena saat Nabi shallallahu a’alihi wasallam
bersabda sementara beliau berada di Madinah….. Ironisnya manusia sekarang lebih
mengutamakan melakukan sholat sunnah rawatib di masjidil haram, dan ini
termasuk bagian dari kebodohan”. (Syarh
Riyadhus Sholihin, 3/295)
V.10. Waktu Mengerjakan Sholat Rawatib
Ibnu Qudamah berkata: “Setiap sunnah rawatib qobliyah maka
waktunya dimulai dari masuknya waktu sholat fardhu hingga sholat fardhu
dikerjakan, dan sholat rawatib ba’diyah maka waktunya dimulai dari selesainya
sholat fardhu hingga berakhirnya waktu sholat fardhu tersebut “. (Al-Mughni 2/544)
V.11. Mengganti (mengqodho’) Sholat Rawatib
Dari Anas radiyallahu
‘anhu dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa
yang lupa akan sholatnya maka sholatlah ketika dia ingat, tidak ada tebusan
kecuali hal itu“. (HR. Bukhori no. 597, Muslim no. 680)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
berkata: “Dan hadits ini meliputi sholat fardhu, sholat malam, witir, dan
sunnah rawatib”. (Majmu’
Fatawa Ibnu Taimiyah, 23/90)
V.12. Mengqodho’ Sholat Rawatib Di Waktu yang Terlarang
Ibnu Qoyyim berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meng-qodho’ sholat ba’diyah dzuhur
setelah ashar, dan terkadang melakukannya terus-menerus, karena apabila beliau
melakukan amalan selalu melanggengkannya. Hukum mengqodho’ diwaktu-waktu
terlarang bersifat umum bagi nabi dan umatnya, adapun dilakukan terus-menerus pada
waktu terlarang merupakan kekhususan nabi”. (Zaadul
Ma’ad 1/308)
V.13. Waktu Mengqodho’ Sholat Rawatib Sebelum Subuh
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Barangsiapa yang belum
mengerjakan dua rakaat sebelum sholat subuh, maka sholatlah setelah matahari
terbit“. (At-Tirmdzi 423, dan dishahihkan oleh Al-albani)
Dan dari Muhammad bin Ibrahim dari kakeknya Qois, berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
keluar rumah mendatangi sholat kemudian qomat ditegakkan dan sholat subuh
dikerjakan hingga selesai, kemudian Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam berpaling menghadap ma’mum, maka beliau mendapati
saya sedang mengerjakan sholat, lalu bersabda: “Sebentar wahai Qois apakah ada sholat subuh dua kali?“.
Maka saya berkata: Wahai rasulullah sungguh saya belum mengerjakan sholat
sebelum subuh, Tasulullah bersabda: “Maka tidak
mengapa“. (HR. At-Tirmidzi). Adapun pada Abu Dawud dengan lafadz:
“Maka rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam diam (terhadap yang dilakukan Qois)”. (HR.
At-tirmidzi no. 422, Abu Dawud no. 1267, dan Al-Albani menshahihkannya)
As-Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah
berkata: “Barangsiapa yang masuk masjid mendapatkan jama’ah sedang sholat
subuh, maka sholatlah bersama mereka. Baginya dapat mengerjakan sholat dua
rakaat sebelum subuh setelah selesai sholat subuh, tetapi yang lebih utama
adalah mengakhirkan sampai matahari naik setinggi tombak” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muhammad bin Ibrahim 2/259
dan 260)
V.14. Jika Sholat Subuh Bersama Jama’ah Terlewatkan, Apakah Mengerjakan Sholat Rawatib Terlebih Dahulu atau Sholat Subuh?
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Sholat
rawatib didahulukan atas sholat fardhu (subuh), karena sholat rawatib qobliyah
subuh itu sebelum sholat subuh, meskipun orang-orang telah keluar selesai
sholat berjama’ah dari masjid” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-Utsatimin 14/298)
V.15. Pengurutan Ketika
Mengqodho’
As-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah
berkata: “Apabila didalam sholat itu terdapat rawatib qobliyah dan ba’diyah,
dan sholat rawatib qobliyahnya terlewatkan, maka yang dikerjakan lebih dahulu
adalah ba’diyah kemudian qobliyah, contoh: Seseorang masuk masjid yang belum
mengerjakan sholat rawatib qobliyah mendapati imam sedang mengerjakan sholat
dzuhur, maka apabila sholat dzuhur telah selesai, yang pertamakali dikerjakan
adalah sholat rawatib ba’diyah dua rakaat, kemudian empat rakaat qobliyah”. (Syarh Riyadhus Sholihin, 3/283)
V.16. Mengqodho’ Sholat Rawatib yang Banyak Terlewatkan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
berkata: “Diperbolehkan mengqodho’ sholat rawatib dan selainnya, karena
merupakan sholat sunnah yang sangat dianjurkan (muakkadah)… kemudian jika sholat yang terlewatkan
sangat banyak, maka yang utama adalah mencukupkan diri mengerjakan yang wajib
(fardhu), karena mendahulukan untuk menghilangkan dosa adalah perkara yang
utama, sebagaimana “Ketika Rasulullah mengerjakan empat sholat fardhu yang
tertinggal pada perang Khondaq, beliau mengqodho’nya secara berturut-turut”.
Dan tidak ada riwayat bahwasannya Rasulullah mengerjakan sholat rawatib
diantara sholat-sholat fardhu tersebut.…. Dan jika hanya satu atau dua sholat
yang terlewatkan, maka yang utama adalah mengerjakan semuanya sebagaimana
perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
pada saat sholat subuh terlewatkan, maka beliau mengqodho’nya bersama sholat
rawatib”. (Syarh Al-‘Umdah, hal.
238)
V.17. Menggabungkan Sholat-sholat Rawatib, Tahiyatul Masjid, dan Sunnah Wudhu’
As-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah
berkata: “Apabila seseorang masuk masjid diwaktu sholat rawatib, maka ia bisa
mengerjakan sholat dua rakaat dengan niat sholat rawatib dan tahiyatul masjid,
dengan demikian tertunailah dengan mendapatkan keutamaan keduanya. Dan demikian
juga sholat sunnah wudhu’ bisa digabungkan dengan keduanya (sholat rawatib dan
tahiyatul masjid), atau digabungkan dengan salah satu dari keduanya”. (Al-Qawaid Wal-Ushul Al-Jami’ah,
hal. 75)
V.18. Menggabungkan Sholat Sebelum Subuh dan Sholat Duha Pada Waktu Dhuha
As-Syaikh Muhammad Bin Utsaimin rahimahullah
berkata: “Seseorang yang sholat qobliyah subuhnya terlewatkan sampai matahari
terbit, dan waktu sholat dhuha tiba. Maka pada keadaan ini, sholat rawatib
subuh tidak terhitung sebagai sholat dhuha, dan sholat dhuha juga tidak
terhitung sebagai sholat rawatib subuh, dan tidak boleh juga menggabungkan
keduanya dalam satu niat. Karena sholat dhuha itu tersendiri dan sholat rawatib
subuh pun juga demikian, sehingga tidaklah salah satu dari keduanya terhitung
(dianggap) sebagai yang lainnya. (Majmu’
Fatawa As-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, 20/13)
V.19. Menggabungkan Sholat Rawatib dengan Sholat Istikharah
Dari Jabir bin Abdullah radiyallahu
‘anhuma berkata: “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam mengajarkan kami sholat istikhorah ketika
menghadapi permasalahan sebagaimana mengajarkan kami surat-surat dari
Al-Qur’an”, kemudian beliau bersabda: “Apabila
seseorang dari kalian mendapatkan permasalahan, maka sholatlah dua rakaat dari
selain sholat fardhu…” (HR. Bukhori no. 1166)
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah
berkata: “Jika seseorang berniat sholat rawatib tertentu digabungkan dengan
sholat istikhorah maka terhitung sebagai pahala (boleh), tetapi berbeda jika
tidak diniatkan”. (Fathul Bari
11/189)
V.20. Sholat Rawatib Ketika Iqomah Sholat Fardhu Telah Dikumandangkan
Dari Abu Huroiroh radiyallahu
‘anhu, dari nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila
iqomah sholat telah ditegakkan maka tidak ada sholat kecuali sholat fardhu“.
(HR. Muslim bi As-syarh An-Nawawi 5/222)
An-Nawawi berkata: “Hadits ini terdapat larangan yang jelas dari
mengerjakan sholat sunnah setelah iqomah sholat dikumandangkan sekalipun sholat
rawatib seperti rawatib subuh, dzuhur, ashar dan selainnya” (Al-Majmu’ 3/378)
V.21. Memutus Sholat Rawatib Ketika Sholat Fardhu ditegakkan
As-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah
berkata: “Apabila sholat telah ditegakkan dan ada sebagian jama’ah sedang
melaksanakan sholat tahiyatul masjid atau sholat rawatib, maka disyari’atkan
baginya untuk memutus sholatnya dan mempersiapkan diri untuk melaksanakan
sholat fardhu, berdasarkan sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam: “Apabila
iqomah sholat telah ditegakkan maka tidak ada sholat kecuali sholat fardhu..“,
akan tetapi seandainya sholat telah ditegakkan dan seseorang sedang berada pada
posisi rukuk dirakaat yang kedua, maka tidak ada halangan bagi dia untuk
menyelesaikan sholatnya. Karena sholatnya segera berakhir pada saat sholat
fardhu baru terlaksana kurang dari satu rakaat”. (Majmu’ Fatawa 11/392 dan 393)
V.22. Apabila Mengetahui Sholat Fardhu Akan Segera Ditegakkan, Apakah Disyari’atkan Mengerjakan Sholat Rawatib?
As-Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Sudah seharusnya
(mengenai hal ini) dikatakan: “Sesungguhnya tidak dianjurkan mengerjakan sholat
rawatib diatas keyakinan yang kuat bahwasannya sholat fardhu akan terlewatkan
dengan mengerjakannya. Bahkan meninggalkannya (sholat rawatib) karena
mengetahui akan ditegakkan sholat bersama imam dan menjawab adzan (iqomah)
adalah perkara yang disyari’atkan. Karena menjaga sholat fardhu dengan
waktu-waktunya lebih utama daripada sholat sunnah rawatib yang bisa
dimungkinkan untuk diqodho'”. (Syarh
Al-‘Umdah, hal. 609)
V.23. Mengangkat Kedua Tangan Untuk Berdo’a Setelah Menunaikan Sholat Rawatib
As-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah
berkata: “Sholat Rawatib: Saya tidak mengetahui adanya larangan dari mengangkat
kedua tangan setelah mengerjakannya untuk berdo’a, dikarenakan beramal dengan
keumuman dalil (akan disyari’atkan mengangkat tangan ketika berdo’a). Akan
tetapi lebih utama untuk tidak melakukannya terus-menerus dalam hal itu
(mengangkat tangan), karena tidaklah ada riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
mengerjakan demikian, seandainya beliau melakukannya setiap selesai sholat
rawatib pasti akan ada riwayat yang dinisbahkan kepada beliau. Padahal para
sahabat meriwayatkan seluruh perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan
rasulullah baik ketika safar maupun tidak. Bahkan seluruh kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan
para sahabat radiyallahu ‘anhum
tersampaikan”. (Arkanul Islam, hal. 171)
V.24. Kapan Sholat Rawatib Ketika Sholat Fardhu DiJama’?
Imam Nawawi rahimahullah
berkata: “Sholat rawatib dikerjakan setelah kedua sholat fardhu dijama’ dan
tidak boleh dilakukan di antara keduanya. Dan demikian juga sholat rawatib
qobliyah dzuhur dikerjakan sebelum kedua sholat fardhu dijama'”. (Shahih Muslim Bi Syarh An-Nawawi,
9/31)
Lembaran singkat ini saya ringkas dari sebuah buku yang saya tulis
sendiri berjudul “Hukum-hukum Sholat Sunnah Rawatib”.
Dan sholawat serta salam kepada nabi kita muhammad shallalllahu
‘alaihi wasallam dan keluarganya serta para sahabatnya. Amiin
VI.
Puasa Hari
Senin dan Hari Kamis
Dari ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha, beliau mengatakan,
إِنَّ رَسُولَ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَتَحَرَّى صِيَامَ الاِثْنَيْنِ
وَالْخَمِيسِ.
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam biasa menaruh pilihan berpuasa pada hari Senin dan Kamis.”
(HR. An Nasai no. 2362 dan Ibnu Majah no. 1739. All Hafizh Abu Thohir
mengatakan bahwa hadits ini hasan. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
shahih)
Usamah bin Zaid berkata,
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ تَصُومُ
حَتَّى لاَ تَكَادَ تُفْطِرُ وَتُفْطِرُ حَتَّى لاَ تَكَادَ أَنْ تَصُومَ إِلاَّ
يَوْمَيْنِ إِنْ دَخَلاَ فِى صِيَامِكَ وَإِلاَّ صُمْتَهُمَا. قَالَ « أَىُّ
يَوْمَيْنِ ». قُلْتُ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ. قَالَ « ذَانِكَ
يَوْمَانِ تُعْرَضُ فِيهِمَا الأَعْمَالُ عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ
أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى وَأَنَا صَائِمٌ »
“Aku berkata pada Rasul –shallallahu
‘alaihi wa sallam-, “Wahai Rasulullah, engkau terlihat berpuasa
sampai-sampai dikira tidak ada waktu bagimu untuk tidak puasa. Engkau juga
terlihat tidak puasa, sampai-sampai dikira engkau tidak pernah puasa. Kecuali
dua hari yang engkau bertemu dengannya dan berpuasa ketika itu.” Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bertanya, “Apa dua hari tersebut?” Usamah
menjawab, “Senin dan Kamis.” Lalu beliau bersabda, “Dua hari tersebut
adalah waktu dihadapkannya amalan pada Rabb semesta alam (pada Allah). Aku
sangat suka ketika amalanku dihadapkan sedang aku dalam keadaan berpuasa.”
(HR. An Nasai no. 2360 dan Ahmad 5: 201. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa
sanad hadits ini hasan).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تُعْرَضُ
الأَعْمَالُ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى
وَأَنَا صَائِمٌ
“Berbagai amalan dihadapkan
(pada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku dihadapkan
sedangkan aku sedang berpuasa.” (HR. Tirmidzi no. 747. At Tirmidzi
mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib. Al Hafizh Abu Thohir
mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini shahih lighoirihi yaitu shahih dilihat dari jalur
lainnya).
Dari Abu Qotadah Al Anshori radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya
mengenai puasa pada hari
Senin, lantas beliau menjawab,
ذَاكَ يَوْمٌ
وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَىَّ فِيهِ
“Hari tersebut adalah hari aku
dilahirkan, hari aku diutus atau diturunkannya wahyu untukku.” (HR. Muslim
no. 1162)
Keutamaan hari Senin dan Kamis
secara umum dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah berikut, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَ
الاِثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لاَ يُشْرِكُ
بِاللَّهِ شَيْئًا إِلاَّ رَجُلاً كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ
فَيُقَالُ أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى
يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا
“Pintu surga dibuka pada hari
Senin dan kamis. Setia hamba yang tidak berbuat syirik pada Allah sedikit pun
akan diampuni (pada hari tersebut) kecuali seseorang yang memiliki percekcokan
(permusuhan) antara dirinya dan saudaranya. Nanti akan dikatakan pada mereka,
akhirkan urusan mereka sampai mereka berdua berdamai, akhirkan urusan mereka
sampai mereka berdua berdamai.” (HR. Muslim no. 2565).
VII. Antara Ghibah, Namimah dan Fitnah
Membicarakan
kejelekan orang lain itu ada 3 tingkatan yang kesemuanya tentu saja sangat
dibenci oleh manusia. Allahpun bahkan sangat membenci penggunjing ini dengan
memberikan perumpamaan bahwa mereka seperti memakan bangkai saudaranya yang
telah mati.
Ketiga
tingkatan itu adalah :
VI.1. Ghibah
Ghibah adalah
menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri seorang muslim, sedang ia tidak
suka (jika hal itu disebutkan). Baik dalam keadaan soal jasmaninya, agamanya,
kekayaannya, hatinya, ahlaknya, bentuk lahiriyahnya dan sebagainya. Caranya-pun
bermacam-macam. Di antaranya dengan membeberkan aib, menirukan tingkah laku
atau gerak tertentu dari orang yang dipergunjingkan dengan maksud
mengolok-ngolok.
Adapun
kejelekan dari menggibah ini sebagaimana disebutkan :
‘’Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena
sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang
dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang
suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
Taubat lagi Maha Penyayang’’. (QS Al Hujurat ayat 12)
Adapun yang
dimaksud ghibah disebutkan dalam hadits berikut,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ ». قَالُوا اللَّهُ
وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ ». قِيلَ
أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِى أَخِى مَا أَقُولُ قَالَ « إِنْ كَانَ فِيهِ مَا
تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
Dari Abu
Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bertanya, “Tahukah kamu, apa itu ghibah?” Para sahabat menjawab,
“Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai
sesuatu yang tidak ia sukai.” Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah,
bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai
dengan yang saya ucapkan?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata, “Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu tentang
dirinya, maka berarti kamu telah menggibahnya (menggunjingnya). Namun apabila
yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah menfitnahnya
(menuduh tanpa bukti).” (HR. Muslim no. 2589, Bab Diharamkannya Ghibah)
Wajib bagi
orang yang hadir dalam majlis yang sedang menggunjing orang lain, untuk
mencegah kemungkaran dan membela saudaranya yang dipergunjingkan. Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam amat menganjurkan hal demikian, sebagaimana dalam
sabdanya. "Artinya : Barangsiapa menolak (ghibah atas) kehormatan
saudaranya, niscaya pada hari kiamat Allah akan menolak menghindarkan api
Neraka dari wajahnya". (HR Ahmad)
Ghibah dan
menfitnah (menuduh tanpa bukti) sama-sama keharaman. Namun untuk ghibah dibolehkan
jika ada tujuan yang syar’i yaitu dibolehkan dalam enam keadaan sebagaimana
dijelaskan oleh Imam Nawawi rahimahullah. Enam keadaan yang
dibolehkan menyebutkan ‘aib orang lain adalah sebagai berikut:
1.
Mengadu tindak kezaliman kepada penguasa atau pada
pihak yang berwenang. Semisal mengatakan,
“Si Ahmad telah menzalimiku.”
2.
Meminta tolong agar dihilangkan dari suatu
perbuatan mungkar dan untuk membuat orang yang berbuat kemungkaran tersebut
kembali pada jalan yang benar. Semisal meminta pada orang yang mampu
menghilangkan suatu kemungkaran, “Si Rahmat telah melakukan tindakan
kemungkaran semacam ini, tolonglah kami agar lepas dari tindakannya.”
3.
Meminta fatwa pada seorang mufti seperti seorang
bertanya mufti, “Saudara kandungku telah menzalimiku demikian dan demikian.
Bagaimana caranya aku lepas dari kezaliman yang ia lakukan.”
4.
Mengingatkan kaum muslimin terhadap suatu
kejelekan seperti mengungkap jeleknya hafalan seorang perowi hadits.
5.
Membicarakan orang yang terang-terangan berbuat
maksiat dan bid’ah terhadap maksiat atau bid’ah yang ia lakukan, bukan pada
masalah lainnya.
6.
Menyebut orang lain dengan sebutan yang ia sudah
ma’ruf dengannya seperti menyebutnya si buta. Namun jika ada ucapan yang bagus,
itu lebih baik. (Syarh Shahih Muslim, 16: 124-125)
Ada juga yang
membela diri ketika diingatkan, “Tapi yang saya beritakan tentangnya ini adalah
benar ustadz.” Ketahuilah saudara, bahwa ghibah itu adalah menceritakan
kejelekan orang lain yang bila dia mendengar dia akan tidak suka hal tersebut,
meskipun itu benar adanya hukumnya tetap haram. Sedang bila yang diceritakan
ada sisi bohongnya, maka itu disebut namimah. Sedang bila yang diceritakan itu
tidak ada benarnya sama sekali, itu namanya fitnah.
Ketiganya
termasuk dosa besar yang harus kita jauhi.
VI.2. Namimah
Namimah
adalah menukil (memindahkan) ucapan seseorang kepada orang lain dengan tujuan
merusak hubungan atau persaudaraan di antara keduanya. Biasanya memang ada
unsur kebenarannya, namun ditambah dan dikurangi oleh pelakunya dengan tujuan
tertentu dengan menambahi kebohongan.
Allah dan
Rasul-Nya sungguh telah mencela orang yang berbuat namimah dan melarang kita
mendengarkan ucapannya. Allah berfirman:
‘’Dan
janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina’’ (QS Al
Qolam ayat 10)
‘’Yang
banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah” (QS Al Qolam ayat 11)
“Yang
banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa” (QS
Al Qolam ayat 12)
Rasulullah bersabdah (HR. Al-Bukhari dari Hudzaifah No. 1949) :
Maka berhati
hatilah kita terhadap bahaya sifat yang satu ini. Sebab yang namanya ghibah dan
namimah ini terkadang muncul tidak secara kita sadari ketika kita sedang
mengobrol dengan teman. Jika kita sampai meninggal kita belum terampuni Allah,
maka kita biosa terancam tidak masuk surga.
VI.3. Fitnah
Fitnah merupakan komunikasi kepada
satu orang atau lebih yang bertujuan untuk memberikan stigma negatif
atas suatu peristiwa yang dilakukan oleh pihak lain berdasarkan atas fakta
palsu yang dapat memengaruhi penghormatan, wibawa, atau reputasi seseorang.
Kata "fitnah" diserap dari bahasa Arab, dan pengertian
aslinya adalah "cobaan" atau "ujian".
Hal terkait
fitnah adalah pengumuman fakta yang bersifat pribadi kepada publik,
yang muncul ketika seseorang mengungkapkan informasi yang
bukan masalah umum, dan hal tersebut bersifat menyerang pribadi yang
bersangkutan. Maka karena hal yang demikian, orang yang difitnah akan merasa
sangat marah, kesal dan tidak terima diberitakan yang tidak benar karena dia
tidak merasa melakukannya.
Kita sudah
membaca bahwa ghibah saja yang notabene berdasarkan suatu kenyataan, namun
karena si orang terghibahnya merasa tidak senang dengan hal tersebut, Allah
menghukuminya seperti memakan daging busuk saudaranya, dan juga namimah yang
kondisinya seperti ghibah, namun ditambah dan dikurangi dengan tujuan untul
menghancurkan seseorang atau mengadu dombanya dengan pihak lain, apalagi
fitnah. Yang notabene adalah berita bohong belaka, tidak ada unsur benarnya
sama sekali. Kita tidak bisa membayangkan besarnya dosa pelakunya.
Sedikit
berbeda dengan pengertian umum dalam bahasa Indonesia, fitnah dalam Al Qur’an
mempunyai pengertian 4 macam, yaitu :
Pertama : FITNAH artinya
membakar dengan api
Allah
Subhanahu wata'ala berfirman :
“(Hari
pembalasan itu) ialah pada hari ketika mereka difitnah (diazab di atas api
neraka)” (QS Adz Dzariyat ayat 13)
Pada ayat
diatas kata "يُفْتَنُونَ" :
"di-FITNAH" maksudnya adalah diadzab atau dibakar (dengan api).
Allah Subhanahu wata'ala berfirman :
Allah Subhanahu wata'ala berfirman :
Sesungguhnya
orang-orang yang memfitnah kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan
perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahannam dan
bagi mereka azab (neraka) yang membakar. (QS Al Buruj ayat 10)
Pada ayat
diatas kata "فَتَنُوا" :
"mem-FITNAH" maksudnya adalah membakar mereka (orang-orang yang
mukmin laki-laki dan perempuan) di dalam parit yang berapi (yang dinyalakan
dengan) kayu bakar.
Kedua : FITNAH bermakna
ujian/cobaan.
Allah
Subhanahu wata'ala berfirman :
كُلُّ
نَفۡسٖ ذَآئِقَةُ ٱلۡمَوۡتِۗ وَنَبۡلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلۡخَيۡرِ فِتۡنَةٗۖ
وَإِلَيۡنَا تُرۡجَعُونَ ٣٥
Tiap-tiap
yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji (memfitnah) kamu dengan
keburukan dan kebaikan sebagai fitnah, cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan
hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan
FITNAH disini
maksudnya adalah cobaan
Allah
Subhanahu wata'ala berfirman QS : Al-Jinn Ayat 16 :
Ketiga: FITNAH bermakna akibat buruk
dari keburukan
Allah
Subhanahu wata'ala berfirman (QS Al
Anfal 39) :
Jelas disini
maksudnya adalah supaya tidak ada lagi keburukan akibat perbuatan buruk.
Doa Penutup Majelis
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
٭﴿ثلاثًا﴾٭
Dari
Abu Barzah Al-Aslami radhiyallahu ’anhu ia berkata: “Jika Rasulullah
shollallahu ’alaih wa sallam hendak bangun dari suatu majelis beliau membaca: Subhanakallahumma
wabihamdika asyhadu allaa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika
“Maha Suci Engkau ya Allah dan segala puji bagiMu, aku bersaksi bahwa tiada
ilah selain Engkau aku mohon ampun dan bertaubat kepadaMu”. Seorang sahabat
berkata: “Ya Rasulullah, engkau telah membaca bacaan yang dahulu tidak biasa
engkau baca?” Beliau menjawab: “Itu sebagai penebus dosa yang terjadi dalam
sebuah majelis.” (HR Abu Dawud 4217)
* Bila ada Kekeliruan dalam penulisan kajian ini, penulis meminta masukannya. Terimakasih.
No comments:
Post a Comment